Adnan Januzaj: Wonderkid yang Meledak Terlalu Cepat, Lalu Menghilang Terlalu Cepat Juga

Adnan Januzaj: Wonderkid yang Meledak Terlalu Cepat, Lalu Menghilang Terlalu Cepat Juga

Kalau lo ngikutin Premier League awal 2010-an, nama Adnan Januzaj pasti pernah bikin lo mikir, “Wah, ini anak bakal jadi the next big thing.” Waktu itu dia baru 18 tahun, main di Manchester United, dan cetak brace cantik pas debut starter lawan Sunderland. Sir Alex baru pensiun, klub lagi krisis, dan tiba-tiba… Januzaj datang kayak cahaya dari langit.

Fans MU langsung ngarep: “Ini dia penerus Ryan Giggs.” Media Inggris juga gak kalah lebay: “The New Ronaldo!” Tapi waktu berlalu, dan Januzaj perlahan… menghilang dari radar. Dari “wajah masa depan Premier League” jadi nama yang jarang dibahas, kecuali pas bahas wonderkid gagal.

Tapi sebenernya, apa yang salah? Bakatnya gak cukup? Salah asuhan? Atau mental gak siap disorot dunia? Artikel ini bakal bahas semuanya, dan lo putusin sendiri: apakah Januzaj itu gagal, atau justru korban hype yang terlalu cepat meledak.


Lahir di Brussels, Punya DNA Multinasional

Adnan Januzaj lahir 5 Februari 1995 di Brussel, Belgia. Keluarganya keturunan Kosovo-Albania. Ayahnya kabur dari konflik di Balkan, dan Adnan tumbuh besar di Belgia, tapi dengan identitas yang rumit.

Menariknya, karena background ini, Januzaj bisa main buat banyak negara: Belgia, Albania, Turki, Serbia, Kosovo, bahkan Inggris (setelah tinggal 5 tahun di sana). Sempat jadi rebutan antar negara, kayak rebutan anak emas, padahal waktu itu dia baru tampil beberapa kali doang.


Akademi MU: Dibentuk Ferguson, Tapi Debut Pas Krisis

Januzaj gabung akademi MU tahun 2011 dari Anderlecht. Waktu itu dia masih bocah kurus tinggi, tapi tekniknya udah menonjol banget. Bahkan pelatih akademi bilang, “Dia main kayak pemain Spanyol: bola lengket, passing halus, dan selalu tahu harus ngapain.”

Sayangnya, Sir Alex pensiun sebelum dia sempat kasih Januzaj debut resmi. Debutnya datang di era David Moyes — pelatih yang waktu itu penuh tekanan dan butuh penyelamat. Dan boom, Januzaj jadi pemadam kebakaran dadakan.


Momen Ikonik: Brace Lawan Sunderland

Tanggal 5 Oktober 2013. MU vs Sunderland. Moyes lagi kepepet. Dan Januzaj diturunkan sebagai starter untuk pertama kalinya.

Hasilnya? Dia cetak 2 gol spektakuler, termasuk satu voli pake kaki kiri yang nancep di pojok gawang. Fans langsung kegirangan. Jersey-nya ludes. Nama dia trending. Media Inggris naik-naikin banget.

Musim itu, dia main 27 kali, cetak 4 gol, dan jadi satu dari sedikit titik terang di musim kelam era Moyes.


Dikasih Nomor 11: Ekspektasi Kebangetan

Setelah Giggs pensiun, MU ngasih nomor punggung 11 ke Januzaj. Itu bukan angka sembarangan. Giggs pakai nomor itu selama 20+ tahun. Dan lo ngasih ke bocah 19 tahun?

Niatnya sih simbolik. Tapi di sinilah masalahnya mulai: ekspektasi publik dan klub naik terlalu cepat. Januzaj belum stabil, tapi udah digadang-gadang jadi “ikon masa depan.” Bahkan ada momen dia lebih sering difoto buat iklan Nike ketimbang dapet menit main.


Kehilangan Arah: Ganti Pelatih, Ganti Nasib

Setelah Moyes dipecat, Van Gaal masuk, dan sistem berubah. Januzaj yang dulunya main bebas di sayap harus ikut skema yang rigid dan taktis. Van Gaal suka pemain yang ngerti “positional play”, bukan dribbling random. Dan Januzaj? Ya, gaya mainnya freestyle banget.

Dia sempat dipinjamkan ke Dortmund, tapi hanya main 6 kali. Terlalu lambat untuk Bundesliga, terlalu individualis untuk sistem Tuchel. Dortmund bahkan mutusin akhiri pinjaman lebih cepat. Sinyal buruk.

Balik ke MU, makin tenggelam. Gak masuk skema Mourinho juga. Dan akhirnya, pada 2017 — MU lepas Januzaj ke Real Sociedad. Selesai sudah era “anak emas Setan Merah”.


Real Sociedad: Comeback yang Kalem Tapi Nggak Spektakuler

Banyak yang gak ngikutin karier Januzaj di Spanyol, tapi sebenarnya dia main cukup stabil di Real Sociedad. Bukan bintang utama, tapi juga bukan penghangat bangku cadangan.

Statistik (2017–2022):

  • 168 penampilan
  • 23 gol
  • 21 assist
  • Bantu Sociedad juara Copa del Rey 2020 (gelar pertama mereka sejak 1987)

Dia lebih dewasa, lebih bijak di lapangan, tapi tetap belum “meledak” sesuai ekspektasi awal. Kadang main bagus, kadang gak kelihatan. Konsistensinya gak pernah benar-benar muncul.

Tapi paling gak, dia berhasil reborn jadi pemain profesional stabil — meski bukan superstar.


Timnas Belgia: Salah Pilih Waktu, Salah Eranya

Januzaj akhirnya mutusin main untuk Belgia. Tapi dia masuk ke timnas yang isinya generasi emas:

  • Hazard
  • De Bruyne
  • Carrasco
  • Mertens
  • Trossard

Gak gampang buat nyelip. Dia sempat masuk skuad Piala Dunia 2018, dan bahkan cetak 1 gol ke gawang Inggris di fase grup. Tapi setelah itu? Jarang dipanggil. Level internasional kayak udah terlalu penuh buat dia.

Total: 15 caps, 1 gol
Padahal waktu dia muda, Belgia ngarep dia jadi kreator utama. Tapi ternyata justru De Bruyne dan kolega yang ambil alih.


Sevilla dan Turki: Karier Masih Jalan, Tapi Tanpa Sorotan

Tahun 2022, Januzaj gabung Sevilla, tapi cuma main 6 kali. Setelah itu pindah ke klub Turki, Istanbul Basaksehir, lalu loan ke Trabzonspor.

Udah jelas banget kariernya gak lagi ada di panggung utama. Tapi dia tetap aktif main, tetap jadi pro, dan tetap bikin highlight sesekali.

Dan buat pemain yang pernah jadi sorotan dunia di umur 18, kadang bertahan aja udah pencapaian.


Gaya Main: Winger Freestyle, Tapi Gak Konsisten

Januzaj itu tipikal pemain:

  • Dribel kuat
  • Kaki kiri dominan
  • Umpan diagonal oke
  • Suka cut inside ala Arjen Robben

Tapi dia:

  • Sering ambil keputusan salah
  • Kurang kontribusi defensif
  • Kadang terlalu “main sendiri”
  • Gak punya eksplosivitas kayak winger modern

Dia gak pernah evolve jadi pemain komplet. Dan itu bikin pelatih ragu kasih kepercayaan penuh.


Apakah Dia Gagal? Tergantung Cara Lihatnya

Kalau lo lihat dari ekspektasi awal — ya, dia gagal memenuhi hype. Dia gak jadi ikon MU. Gak jadi bintang timnas. Gak pernah jadi pemain top dunia.

Tapi kalau lo lihat dari sisi lain:

  • Dia tetap main di liga-liga top
  • Gak pernah jadi tukang bench lama-lama
  • Masih bisa cari klub dan kontrak bagus
  • Tetap profesional dan gak bikin skandal

Dia bukan overrated, tapi “overhyped too early”. Dan itu bikin jalurnya jadi berat sendiri.


Kesimpulan: Januzaj Adalah Pengingat Bahwa Wonderkid Bukan Jaminan

Adnan Januzaj adalah cerita klasik sepak bola modern:
Lo bisa punya bakat, debut keren, masuk media, dan disanjung habis-habisan… tapi kalau gak punya mental, sistem yang pas, dan pelatih yang cocok, semua itu bisa hilang begitu aja.

Dia bukan gagal total, tapi juga bukan legenda. Dia ada di tengah-tengah: pemain bagus yang pernah kita kira bakal luar biasa.

Dan kadang, itu justru yang bikin kisahnya tetap relevan.

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *